Jumat, 29 November 2013

Mengenal Bela Diri Islam Thifan Pho Khan

Thifan adalah nama suatu daerah di Negeri Turkistan Timur, daerah jajahan China yang kemudian diganti namanya menjadi Sin Kiang, yang artinya Negeri Baru (Lihat Turkistan: Negeri Islam Yang Hilang, DR. Najib Kailany). Namun kalau kita simak dalam peta dunia, yang akan kita temukan adalah nama Turfan, daerah otonomi yang termasuk dalam wilayah China Utara.

Turkistan Barat dijajah oleh Rusia yang memasukkannya ke dalam wilayah Uni Sovyet. Sebelum Islam datang ke daerah ini, beberapa suku asli seperti Tayli, Kimak, Doghan, Oirat, Kitan, Mongol, Naiman, dan Kati telah memiliki sejenis ilmu beladiri purba berbentuk gumulan, sepak tinju dan permainan senjata yang dinamakan "kagrul", yang dipadukan dengan pengaturan napas Kampa.

Dakwah Islam mulai disebarkan di Turkistan kira-kira pada dua abad setelah hijriah, sebagaimana tertulis dalam Kitab Zhodam :

"Maka tatkala sampailah dua abad lepas hijrah orang-orang sempadan tanah China arah utara itu masuk Islam. Lalu ilmu pembelaan diri masa mereka memeluk Budha itu dibawanya pula dalam alam Islam, tetapi ditinggalkannya segala upacara yang bersangkut paut dengan kebudhaannya seumpama segala penyembahan, cara bersalam dengan mengatupkan kedua belah tangan, lambang-lambang, dan segala istilah."(ZHODAM, Syiharani*, halaman 9).


Menurut M. Rafiq Khan dalam bukunya "Islam di Tiongkok", mengatakan sebagai berikut :
"Orang Muslim pertama yang datang di Tiongkok ialah dalam zaman pemerintahan Tai Tsung, kaisar kedua dari dinasti Tang (627-650 Masehi). Jumlah mereka ada empat orang, seorang berkedudukan di Kanton, yang kedua di kota Yang Chow, yang ketiga dan yang keempat berdiam di kota Chuang Chow. Orang yang mula-mula mengajarkan Islam ialah Saad bin Abi Waqqas, yang meletakkan batu-batu pertama mesjid Kanton yang terkenal sekarang sebagai Wai-Shin-Zi, yaitu Mesjid untuk kenang-kenangan kepada Nabi"


Dituliskannya pula bahwa selama Pemerintahan Tai Chong (Kaisar ke-2 dari Dinasti Tsung tahun 960-1279 Masehi) Tiongkok diserbu oleh penguasa Muslim dari Kashgharia, yaitu Baghra Khan beserta pasukannya, lalu menduduki Sin Kiang (Simak : Islam di Tiongkok; M. Rafiq Khan dan Sejarah Da'wah Islam; Thomas W. Arnold).

Hal ini disepakati oleh seorang China ahli sejarah terkenal yang bernama Prof. Chin Yuan menyatakan bahwa orang-orang Islam mengirimkan utusan-utusan mereka ke Tiongkok dalam tahun 651, utusan-utusan itu bertemu dengan Kaisar Tiongkok di Changan (Sianfu), ibukota Tiongkok pada waktu itu. Pada tahun 713 M. perbatasan barat Tiongkok dikuasai oleh seorang jenderal Arab yang terkenal bernama Qutaiba bin Muslim, pada waktu itu ia telah menaklukkan daerah yang luas di Asia Tengah dan namanya sangat ditakuti.


Dari uraian di atas dapat dilihat bagaimana hubungan atau interaksi antara dakwah Islam dengan tumbuhnya berbagai macam beladiri di kawasan China, sehingga terjadi pula Islamisasi beladiri. Sesuai dengan bahasa Urwun yang merupakan bahasa asalnya, Thifan Po khan berarti "Kepalan Tangan Bangsawan Thifan". Beladiri ini mempunyai riwayat tersendiri yang khas sebagaimana diceritakan dalam kitab yang bernama Zhodam.


Pada awalnya ada sejenis cara pembelaan diri purba berbentuk gumulan, sepak tinju dan permainan senjata yang disebut Kagrul, bercampur Kumfu China Purba. Tersebutlah seorang pendeta Budha bernama Ponitorm/Tamo Sozhu/Tatmo/Darma Taishi yang berasal dari Hindustan, ia mengembara ke China untuk menyebarkan ajarannya.

Dalam pengembaraannya sampailah ia ke kawasan Liang yang diperintah oleh Raja Wu, karena terkena fitnah ia melarikan diri dan sampai di Bukit Kao, di sana ia merenung selama 9 tahun. Menyadari murid-muridnya sering mendapat gangguan, baik dari binatang buas, manusia, atau penyakit yang mengakibatkan kurang lancarnya misi penyebaran agama Budha, maka ia pun menyusun suatu rangkaian gerak pembelaan diri seperti tersebut di atas.

Campuran Kumfu China Purba dengan Kampahana Tinju Hindustan yang diatur dengan jalan pernapasan Yoga Dahtayana membentuk Shourim Kumfu/Shaolin Kungfu di wihara-wihara. Pengkajian beladiri ini disusun dalam Kitab I Zen Zang serta ilmu batinnya dalam Kitab Hzen Souzen. Sampai di sini ada kesamaan sejarah dengan beladiri lain seperti Shorinji Kempo, Karate, dan lain-lain, yang masih satu sumber.

Aliran Shourim terus berkembang ke arah utara China dan memasuki daerah orang Lama (Tibet) dan orang Wigu (Turkistan). Di sana aliran Shourim ini pun pecah menjadi berpuluh-puluh cabang. Setiap cabang pun berkembang dan terpengaruh alam tempat pertumbuhan aliran tersebut. Pecahnya Shourim menjadi berbagai macam aliran ini disebabkan Dinasti yang berkuasa tidak menyukai orang Shourim.


Tersebutlah seorang bangsawan bernama Je'nan dari Suku Tayli yang pandai ilmu Syara dan terkenal sebagai ahund (ustadz atau guru) muda. Je'nan menghimpun ilmu-ilmu beladiri itu dan ia pun berguru pada pendekar Namsuit serta orang-orang Wigu. Bersama para pendekar Muslim lain yang memiliki keahlian ilmu Gulat Mogul, Tatar, Saldsyuk, Silat Kitan, Tayli, mereka pun membentuk sebuah aliran bernama Shurul Khan (siasat para raja/bangsawan).
Dari Shurul Khan inilah terbentuk sembilan aliran, aliran-aliran ini kemudian digubah, ditambah, ditempa, dialurkan, lalu dipilah, diteliti dan dikaji sebagai cikal bakal munculnya Thifan Po Khan. Pada masa itu pengaruh ajaran Islam sudah masuk ke dalam beladiri ini.




Perkembangan Thifan Po Khan di Indonesia


Diperkirakan Thifan masuk ke Indonesia pada tahun 1678 pada masa Sultan Malik Muzafar Syah dari Kerajaan Lamuri, pada saat itu Sultan Malik Muzafar Syah mendatangkan pelatih-pelatih dari Turki Timur yang kemudian disebarkan ke kalangan para bangsawan di Sumatera (dapat dilihat dalam Kisah Raja-raja Lamuri/ Raja Pasai).

Pada abad ke-18 Tuanku Rao dan kawan-kawan mengembangkan ilmu ini ke daerah-daerah Padang, Tapanuli Selatan dan Minang, hingga tersebar ke Bonjol, Sumatera bagian Timur dan Riau yang berpusat di Air Jernih, Batang Uyun (Merbau). Dari Merbau ini diperkirakan menyebar ke Malaysia dan Thailand. Dari Merbau dan Bonjol menyusuri pantai utara Sumatera sampai ke kota Muko-Muko dan akhirnya masuk ke pulau Jawa, terus menyebar dan tidak diketahui ke mana saja penyebarannya.


Sekitar tahun 1900-an Tuanku Haji (Hang) Uding membawa ilmu Thifan ini ke pulau Jawa dan menyebarkannya di daerah Betawi dan sekitarnya.Masuknya ilmu Thifan ke pulau Jawa ada yang langsung yaitu yang disebarkan oleh orang-orang Tartar ke pulau Jawa sambil berdagang kain, ada pula yang tidak lansung yaitu melalui pesisir pulau Sumatera seperti tersebut di atas.
Pada masa SDI dan SI ada beberapa pemuda Islam yang mengkaji beladiri Thifan Po Khan, kemudian pada masa Masyumi beladiri Thifan Po Khan mulai berkembang dan dikaji oleh beberapa kelompok pemuda Islam tetapi tidak berlanjut.


Pada tahun 1960an gerakan-gerakan keislaman mulai surut, beladiri-beladiri yang berasaskan Islam pun ikut surut, sehingga penyebarannya pun terjadi dengan sembunyi-sembunyi, begitu juga dengan Thifan Po Khan yang berasaskan Islam, penyebarannya kembali surut, pada masa itu hanya beberapa orang saja yang mengkaji Thifan Po Khan dan itupun dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

Pada masa Orba untuk pertama kalinya gerakan Keislaman mulai timbul kembali dalam batas-batas tertentu, dan akhirnya tersendat kembali. Pada waktu itu penyebaran beladiri Thifan Po Khan kembali surut dan hanya dikaji oleh beberapa orang saja secara pribadi dan tidak dibuka secara umum.

Pada tahun 1972 Thifan Po Khan mulai diajarkan kembali secara pribadi-pribadi di kalangan pemuda PERSIS, walaupun banyak tantangan dari kalangan pemuda PERSIS sendiri, akhirnya pada tahun 1976 dibentuk Yayasan Thifan Po Khan, tapi yayasan itu tidak berkembang karena beberapa kendala, beladiri Thifan Po Khan pun hampir hilang dari permukaan.

Pada tahun 1980an beladiri Thifan Po Khan mulai tersebar ke berbagai wilayah di pulau Jawa, tetapi penyebarannya terbatas pada Pesantren-pesantren PERSIS dan pemuda-pemuda masjid.

Pada tahun 1987an berdiri lembaga olah raga beladiri Thifan Po Khan, kemudian berganti-ganti badan hukum, timbul beberapa kendala di dalamnya dan akhirnya terbentuklah Persaudaraan Thifan Po Khan Indonesia pada awal tahun 2005.

Sebenarnya cukup banyak orang yang berjasa dalam menyebarkan ilmu Thifan Po Khan di pulau Jawa, tetapi nama-nama mereka tidak dikenal dan penyebarannyapun tidak diketahui ke mana saja.[muslimdaily.net/persaudaraan TifanPhoKhan]

*Badur Ahmad Syiharani.

Inilah sang penulis Kitab Zhodam, selain itu ia juga menulis kitab Jurus ( Thifan Pokhan dan Syufu Taesyukhan ) dan juga kitab pengobatan Thifan.
Ialah tokoh yang berhasil mengumpulkan aliran Shurulkhan yang terserak dan menjadikannya 2 aliran yaitu Thifan Pokhan/ kepalan bangsawan raja thifan ( turfan ), dan syufu Taesyukhan/ gerakan bangsawan raja syufu (kasygar ).



Thifan Pokhan mengutamakan tehnik- tehnik bertarung tingkat tinggi dan kecepatan serta kelincahan gerak, hingga lebih cocok digunakan oleh orang yang bertubuh kecil ( orang tartar, han, hui ), sedangkan Syufu taesyukhan mengutamakan kekuatan dan tehnik sederhana namun efektif seperti bantingan dan cengkraman, sehingga cocok digunakan oleh orang bertubuh besar ( uighur, turki, arab ). Tetapi dalam segala sesuatu didunia selalu ada perkecualian.
Adapun mengenai tokoh ini, masih kontroversi.
Pendapat pertama bahwa tokoh ini benar adanya.
Pendapat kedua bahwa nama Ahmad Syiharani adalah nama samaran, dikarenakan faktor keselamatan dan untuk menjaga kerahasiaan.
Pendapat ketiga bahwa tokoh ini adalah samaran dari beberapa tokoh yang bersama menyusun kitab diatas.



Mengenai benar tidaknya pendapat- pendapat diatas, maka yang terpenting adalah bahwa Badur Ahmad Syiharani telah mewariskan dan mewakafkan ilmu yang berguna bagi umat manusia, khususnya umat islam
Cuma ada satu syarat yang tidak boleh dilanggar, dan tidak akan berani dilanggar, yaitu sesuai petuah para Badur Thifan di masa lalu
" Bahwa ilmu ini di wakafkan/ diberikan cuma- cuma untuk umat islam dan untuk membela islam "

sumber : http://muslimdaily.net/




Artikel Terkait:



0 komentar:

Posting Komentar